Asal Mula Klenteng Boen Tek Bio
Berbicara mengenai asal mula kelenteng, tentu tak lepas dengan awal mula kedatangan Tionghoa ke Indonesia. Oey Tjin Eng, Staf Khusus Sejarah dan Budaya Boen Tek Bio menceritakan, pada 1407, mendarat rombongan Tjen Tjen Lung (Halung) di muara Sungai Cisadane yang dipimpin oleh Sanghyang Anggalarang dari Kerajaan Parahyangan. Anggalarang kemudian menikah dengan penduduk setempat yang akhirnya muncul peranakan Tionghoa di Indonesia. Konon, sejak tahun 1513 pun telah berdiri Komunitas Tionghoa di Tangerang.
Kemudian, menurut buku “Nusa Jawa Silang Budaya” pada 1740 di bawah pimpinan Gubernur Jendral Andriaan Valckenier terjadi pembantaian massal terhadap Cina oleh Belanda. Kala itu, Belanda mendirikan pemukiman Cina berupa pondok-pondok, yang hingga kini orang menyebutnya Pondok Cabe, Pondok Pinang, Pondok Jagung, Pondok Aren dan mengirimkan orang-orang Tionghoa ke Tangerang untuk bertani. Tak hanya itu, Belanda juga mendirikan perkampungan Tionghoa yakni “Petak Sembilan”, yang kemudian berkembang menjadi pusat perdagangan dan bagian dari Kota Tangerang.
Penjarahan terhadap masyarakat pun terjadi setelah Kemerdekaan RI. Peristiwa yang membuat hidup masyarakat serba kekurangan ini terjadi ketika pasukan Jepang datang. Hal tersebut mendorong masyarakat untuk melakukan perampokan di mana-mana. Ratusan pabrik milik Tionghoa ikut dihancurkan oleh Belanda yang ingin mundur dari Jepang untuk mengungsi.
kebudayaanindonesia.net |
Konon, terdapat sebuah desa yang diberi nama ‘Pangkalan’. Desa itu mengaku sebagai tanglang/kangren/orang Dinasti Tang yang kemudian kehidupannya semakin berkembang dan akhirnya memutuskan untuk pindah ke daerah Pasar Lama, Tangerang. Sehingga Tionghoa pun semakin berkembang pesat di Tangerang.
Berdirinya Kelenteng Boen Tek Bio merupakan hasil dari upaya serta kerja keras para kongsi dagang “Petak Sembilan”. Mereka bersama-sama menggalang dana demi membangun sebuah kelenteng. Pada 1684, sebuah gubug bambu beratap rumbia telah berubah menjadi sebuah kelenteng Kebajikan Benteng yang bentuk dan arsitekturnya mencerminkan sifat Tionghoa asli.
Berbagai perbaikan Kelenteng Boen Tek Bio dilakukan yaitu, pertama pada tahun 1844 dan kemudian tahun 1855. Berakhirnya proses renovasi kelenteng, bertepatan dengan Shio Naga di bulan ke-8 Imlek (Pee Gwee). Sehingga masyarakat pun menggelar perayaan besar-besaran. Perayaan ini disebut “Gotong Toapekong” yang akhirnya menjadi tradisi yang diadakan setiap 12 tahun sekali oleh umat Boen Tek Bio.
Prosesi Gotong Toapekong yaitu perjalanan tiga tandu yang berisi patung Dewa Kwan Im, Khongco Kha Lam Ya, dan Khongco Kwan Kong yang didahului oleh permainan naga yang bergerak di depan untuk membuka jalan. Para umat yang mengikuti prosesi ini biasanya berebut untuk menggenggam tandu. Perayaan ini bertujuan untuk memperingati perbaikan Kelenteng Boen Tek Bio dan dipercaya sebagai penolak bala sehingga masyarakat hidup aman, damai, dan sejahtera.
Sumber : kebudayaanindonesia.net
Posting Komentar